Jumat, 31 Mei 2013

Industri Penerbangan sarat "Kepentingan Asing"

Padang,  21/05/2013.  Bantuan IMF kepada Indonesia tahun 1997 telah membenamkan mimpi Indonesia  menjadi produsen pesawat . Akibatnya  kini Indonesia telah menjadi negara konsumen seperti  keinginan negara-negara yang ada di  belakang lembaga moneter  internasional  itu.  Pesawat  ATR 72 buatan francis yang dulu sempat cemas dengan kehadiran CN 235 buatan  IPTN di Paris Airshow 1993, kini telah terbang bebas di langit Indonesia  tanpa was-was saingannya itu akan bangkit kembali.  Kejayaan ATR  itu  tak terlepas dari keberhasilan  Michael Camdessus, seorang  veteran militer Francis yang tahun 1997 itu memaksa  Pak Harto menandatangani  untuk menghentikan IPTN sebagai syarat pinjaman. Ketika itu Camdessus adalah Direktur IMF yang juga membawa misi negaranya agar CN 235 tidak bisa mengembangkan sayapnya.

“Indonesia kini bangga mengatakan diri sebagai negara pembeli pesawat terbesar sepanjang  sejarah,”  kata Heppy Trenggono, Pemimpin Gerakan Beli Indonesia di depan peserta Musyawarah Provinsi, PPAD Sumatera Barat, di Padang, Selasa siang.  Sebuah  maskapai penerbangan  swasta di Indonesia tahun 2011 lalu telah memesan 230 lebih pesawat Boeing dari Amerika tahun 2011 lalu.  “Dalam pidatonya kepada rakyat Amerika, Obama mengatakan  bahwa  pembelian pesawat ini telah mensukseskan industri  pesawat di Ohio dan North  Carolina, serta  menghidupkan  industri  kecil yang memasok spare partnya di 40 negara  bagian lainnya,”  lanjut Heppy.  Pembelian ini telah menciptakan 139 ribu lapangan kerja buat rakyat Amerik dan membuat neraca perdagangan Amerika naik drastis.
Tahun 2012 lalu, 2 unit pesawat pesanan itu telah tiba di Indonesia.  Kedatangan dua pesawat itu telah membuat defisit perdagangan Indonesia terhadap Amerika sebesar 1.5 milyar dolar.  Maka tidak terbayangkan  berapa besar  jomplangnya perdagangan Indonesia Amerika jika semua  pesanan itu sudah datang semua.  Jika dengan asumsi harga satu pesawat 90 juta dollar atau sekitar Rp. 800 miliar, maka  bisa dihitung  kekayaan yang  bisa diraih oleh negara  asal pesawat itu. “Tidak mungkin  terjadi  pembelian  pesawat sebanyak itu jika bukan Indonesia.  Mengapa? Karena di negeri ada 250 juta jiwa manusia  yang membuat semua negara  produsen  menginginkannya,” tegas Heppy. Pertanyaannya, bagaimana jika pembelian senilai itu terjadi di perusahaan milik bangsa Indonesia?  Berapa banyak kekayaan yang bisa kita raih, tenaga kerja yang terserap, industri  kecil yang hidup dan bertumbuh dan lain-lain. Belum lagi nilai asset dan operasi pesawat itu. Pasti sangat fantastis.  Sekarang kita tidak tahu kemana perginya uang hasil operasi pesawat yang menangguk untung di pasar Indonesia itu.  Karena kita tidak tahu siapa pemilik sejatinya. Hebatnya lagi maskapai yang sama baru saja menandatangani pembelian 234 pesawat Airbus dari Eropa.
Penguasaan  Indonesia melalui lembaga seperti IMF tidak pernah berhenti  sampai hari ini.  Jika IMF menyasar ekonomi  maka negara-negara asing sudah lama menyiapkan lembaga serupa untuk menguasai tata nilai dan system politik Indonesia .  Keberhasilannya ditandai dengan  amandemen UUD 1945 menjadi UUD 2002, pencabutan uu no 5 tahun 1985 tentang referendum,  Pencabutan Tap MPR II/ 1978 tentang P4,  72 undang-undang pelaksanaan UUD 2002 yang semuanya  berpihak kepada asing, dan lain-lain.  “Lembaga itu sekarang  sekretariatnya ada di gedung DPR,” kata Sutoyo NK, Penulis buku  Meniti Dua Sisi. Lembaga yang bersangkutan   yang mensponsori sebuah LSM pemantau  Pemilu  sejak tahun 2004 yang outputnya  adalah  Pemilu 2004 dan 2009. Sekarang LSM itu bergerak lebih jauh  masuk ke dalam jantung  badan pelaksana  Pemilu Indonesia. Tugasnya satu, memastikan tampilnya sosok yang bisa melaksanakan semua agenda itu.  Pertanyaannya,  kita diamkan  atau kita melakukan sesuatu untuk bangsa dan negara  kita sendiri.  Jawabannya ada dalam lubuk hati kita masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar