“Indonesia kini bangga mengatakan diri sebagai negara pembeli pesawat terbesar sepanjang sejarah,” kata Heppy Trenggono, Pemimpin Gerakan Beli Indonesia di depan peserta Musyawarah Provinsi, PPAD Sumatera Barat, di Padang, Selasa siang. Sebuah maskapai penerbangan swasta di Indonesia tahun 2011 lalu telah memesan 230 lebih pesawat Boeing dari Amerika tahun 2011 lalu. “Dalam pidatonya kepada rakyat Amerika, Obama mengatakan bahwa pembelian pesawat ini telah mensukseskan industri pesawat di Ohio dan North Carolina, serta menghidupkan industri kecil yang memasok spare partnya di 40 negara bagian lainnya,” lanjut Heppy. Pembelian ini telah menciptakan 139 ribu lapangan kerja buat rakyat Amerik dan membuat neraca perdagangan Amerika naik drastis.
Tahun 2012 lalu, 2 unit pesawat pesanan
itu telah tiba di Indonesia. Kedatangan dua pesawat itu telah membuat
defisit perdagangan Indonesia terhadap Amerika sebesar 1.5 milyar
dolar. Maka tidak terbayangkan berapa besar jomplangnya perdagangan
Indonesia Amerika jika semua pesanan itu sudah datang semua. Jika
dengan asumsi harga satu pesawat 90 juta dollar atau sekitar Rp. 800
miliar, maka bisa dihitung kekayaan yang bisa diraih oleh negara
asal pesawat itu. “Tidak mungkin terjadi pembelian pesawat sebanyak
itu jika bukan Indonesia. Mengapa? Karena di negeri ada 250 juta jiwa
manusia yang membuat semua negara produsen menginginkannya,” tegas
Heppy. Pertanyaannya, bagaimana jika pembelian senilai itu terjadi di
perusahaan milik bangsa Indonesia? Berapa banyak kekayaan yang bisa
kita raih, tenaga kerja yang terserap, industri kecil yang hidup dan
bertumbuh dan lain-lain. Belum lagi nilai asset dan operasi pesawat itu.
Pasti sangat fantastis. Sekarang kita tidak tahu kemana perginya uang
hasil operasi pesawat yang menangguk untung di pasar Indonesia itu.
Karena kita tidak tahu siapa pemilik sejatinya. Hebatnya lagi maskapai
yang sama baru saja menandatangani pembelian 234 pesawat Airbus dari
Eropa.
Penguasaan Indonesia melalui lembaga
seperti IMF tidak pernah berhenti sampai hari ini. Jika IMF menyasar
ekonomi maka negara-negara asing sudah lama menyiapkan lembaga serupa
untuk menguasai tata nilai dan system politik Indonesia .
Keberhasilannya ditandai dengan amandemen UUD 1945 menjadi UUD 2002,
pencabutan uu no 5 tahun 1985 tentang referendum, Pencabutan Tap MPR
II/ 1978 tentang P4, 72 undang-undang pelaksanaan UUD 2002 yang
semuanya berpihak kepada asing, dan lain-lain. “Lembaga itu sekarang
sekretariatnya ada di gedung DPR,” kata Sutoyo NK, Penulis buku Meniti
Dua Sisi. Lembaga yang bersangkutan yang mensponsori sebuah LSM
pemantau Pemilu sejak tahun 2004 yang outputnya adalah Pemilu 2004
dan 2009. Sekarang LSM itu bergerak lebih jauh masuk ke dalam jantung
badan pelaksana Pemilu Indonesia. Tugasnya satu, memastikan tampilnya
sosok yang bisa melaksanakan semua agenda itu. Pertanyaannya, kita
diamkan atau kita melakukan sesuatu untuk bangsa dan negara kita
sendiri. Jawabannya ada dalam lubuk hati kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar